2.2.a.9. Koneksi Antar Materi - Pembelajaran Sosial dan Emosional
Sebagai seorang guru saya seringkali dihadapkan pada keadaan harus melakukan banyak sekali pekerjaan yang kadang membuat saya kehilangan konsentrasi. Saat kita berada dalam kondisi yang menekan, entah karena tuntutan yang terlalu besar atau terlalu banyak, tidak jarang kita merasa stress.
Selain pendidik, murid-murid pun mengalami situasi yang sama. Mereka dihadapkan dengan berbagai tantangan untuk dapat menyesuaikan diri dengan pertumbuhan dan perkembangan dirinya. Selain tugas-tugas akademik, mereka juga harus mampu menyesuaikan diri dengan perubahan fisik, hubungan dengan teman sebaya, mencapai kemandirian dan tanggung jawab diri dalam keluarga dan masyarakat, menyiapkan rencana studi dan karier, dan lain-lain.
Untuk menghadapi berbagai situasi dan tantangan yang kompleks ini, baik pendidik maupun murid membutuhkan berbagai bekal pengetahuan, sikap dan keterampilan agar dapat mengelola kehidupan personal maupun sosialnya. Pembelajaran di sekolah harus dapat mendorong tumbuh kembang murid secara holistik, baik aspek kognitif, fisik, sosial dan emosional.
Pembelajaran Sosial-Emosional (PSE) adalah hal yang sangat penting. Pembelajaran ini berisi keterampilan-keterampilan yang dibutuhkan anak untuk dapat bertahan dalam masalah sekaligus memiliki kemampuan memecahkannya, juga untuk mengajarkan mereka menjadi orang yang berkarakter baik.
PSE mencoba untuk memberikan keseimbangan pada individu dan mengembangkan kompetensi personal yang dibutuhkan untuk dapat menjadi sukses. Bagaimana kita sebagai pendidik dapat menggabungkan itu semua dalam pembelajaran sehingga anak-anak dapat belajar menempatkan diri secara efektif dalam konteks lingkungan dan dunia. Pembelajaran sosial-emosional adalah tentang pengalaman apa yang akan dialami siswa, apa yang dipelajari siswa dan bagaimana guru mengajar.
Sesuai dengan pemikiran Ki Hajar Dewantara, pengajaran budi pekerti tidak lain adalah menyokong perkembangan hidup anak-anak lahir dan batin, dari sifat kodrati menuju arah peradaban dalam sifatnya yang umum. Pengajaran ini berlangsung sejak anak-anak hingga dewasa dengan memperhatikan tingkatan perkembangan jiwa mereka.
Saya dapat merancang bagaimana sekolah dan ruangan kelasnya, bagaimana waktu belajar, ruang-ruangan yang ada di sekolah, hubungan dengan komunitas sekolah dan keluarga dan yang lainnya sebagai tempat pertukaran pengetahuan, pengetahuan tentang dunia; pengetahuan tentang diri sendiri dan pengetahuan tentang orang lain yang berinteraksi dengan kita. Pengalaman-pengalaman tersebut membantu siswa memahami diri mereka sendiri dan orang lain. Dengan demikian kita berbicara tentang anak secara utuh.
Pembelajaran Sosial dan Emosional adalah pembelajaran
yang dilakukan secara kolaboratif seluruh komunitas sekolah. Proses kolaborasi
ini memungkinkan anak dan orang dewasa di sekolah memperoleh dan menerapkan
pengetahuan, keterampilan dan sikap positif mengenai aspek sosial dan
emosional.
Pembelajaran sosial dan emosional menurut kerangka
CASEL bertujuan untuk mengembangkan 5 Kompetensi Sosial Emosional (KSE), di
antaranya adalah:
- Memberikan pemahaman, penghayatan
dan kemampuan untuk mengelola emosi (kesadaran diri)
- Menetapkan dan mencapai
tujuan positif (manajemen diri)
- Merasakan dan menunjukkan
empati kepada orang lain (kesadaran sosial)
- Membangun dan mempertahankan
hubungan yang positif (keterampilan berelasi)
- Membuat keputusan yang
bertanggung jawab.
5 Kompetensi Sosial Emosional (KSE), di antaranya
adalah:
- Kesadaran diri
- Pengelolaan diri
- Kesadaran sosial
- Keterampilan berelasi
- Membuat keputusan yang
bertanggung jawab.
Implementasi Pembelajaran Sosial dan Emosional
(PSE) dapat dilakukan dengan 4 cara:
- Mengajarkan Kompetensi
Sosial Emosional (KSE) secara spesifik dan eksplisit
- Mengintegrasikan Kompetensi
Sosial Emosional (KSE) ke dalam praktik mengajar guru dan gaya interaksi
dengan murid
- Mengubah kebijakan dan
ekspektasi sekolah terhadap murid
- Mempengaruhi pola pikir
murid tentang persepsi diri, orang lain dan lingkungan.
Kesadaran penuh (mindfulness) adalah sebagai
dasar untuk mengembangkan Kompetensi Sosial Emosional (KSE). Kesadaran
penuh (mindfulness) menurut Kabat - Zinn (dalam Hawkins, 2017, hal. 15)
dapat diartikan sebagai kesadaran yang muncul ketika seseorang memberikan
perhatian secara sengaja pada kondisi saat sekarang dilandasi rasa ingin tahu
dan kebaikan. Secara saintifik, latihan mindfulness yang konsisten akan
memperkuat hubungan sel-sel saraf (neuron) otak yang berhubungan dengan fokus,
konsentrasi, dan kesadaran.
Koneksi Antar Materi
Keterkaitan materi PSE dengan Pembelajaran Berdiferensiasi
"Pembelajaran
Berdiferensiasi VS Pembelajaran Sosial-Emosional menuju Well
Being"
Anak belajar saat hati mereka terbuka, terhubung dengan lingkungan sekitar serta adanya tujuan. Belajar adalah anugerah. Melalui pembelajaran sosial-emosional, kita menciptakan kondisi yang mengizinkan semua anak mengakses anugerah tersebut. Saat Kompetensi Sosial-Emosional (KSE) murid berkembang, maka aspek akademik merekapun berkembang.
Hal ini selaras dengan pembelajaran berdiferensiasi, yaitu serangkaian keputusan masuk akal (common sense) yang dibuat oleh guru yang berorientasi kepada kebutuhan murid. Bagaimana guru menciptakan lingkungan belajar yang “mengundang’ murid untuk belajar dan bekerja keras untuk mencapai tujuan belajar yang tinggi. Kemudian juga memastikan setiap murid di kelasnya tahu bahwa akan selalu ada dukungan untuk mereka di sepanjang prosesnya. Dukungan di sini bisa berupa kesiapan sosial emosional mereka untuk mengikuti pembelajaran, serta bagaimana guru menanggapi atau merespon kebutuhan belajar mereka.
Sebagai guru, saya tentu tahu bahwa
murid akan menunjukkan kinerja yang lebih baik jika tugas-tugas yang diberikan
sesuai dengan keterampilan dan pemahaman yang mereka miliki sebelumnya (kesiapan
belajar). Lalu jika tugas[1]tugas
tersebut memicu keingintahuan atau hasrat dalam diri seorang murid (minat),
dan jika tugas itu memberikan kesempatan bagi mereka untuk bekerja dengan cara
yang mereka sukai (profil belajar). ke-3 komponen ini disebut dengan
kebutuhan belajar murid.
Jika
kebutuhan belajar murid terpenuhi, dan kesiapan sosial-emosionalnya tidak
diabaikan, maka well being akan tercipta di dalam kelas,
antara guru, murid, dan sekolah.
Well Being adalah kondisi dimana individu memiliki sikap yang positif terhadap diri sendiri dan orang lain, dapat membuat keputusan dan mengatur tingkah lakunya sendiri, dapat memenuhi kebutuhan dirinya dengan menciptakan dan mengelola lingkungan dengan baik, memiliki tujuan hidup dan membuat hidup mereka lebih bermakna serta berusaha mengeksplorasi dan mengembangkan dirinya.
Wellbeing yang optimum
memiliki kemungkinan yang lebih tinggi untuk :
- Kesehatan fisik dan mental yang lebih baik
- Memiliki ketangguhan (daya lenting/resiliensi) dalam menghadapi stress
- Terlibat dalam perilaku sosial yang lebih bertanggung jawab
- Mencapai prestasi akademik yang lebih tinggi
Komentar
Posting Komentar